Cerpen "kisah seorang pelajar" ini dari kiriman dari salah satu sahabat pelajarzone .
Cerpen "kisah seorang pelajar"
Dering bel pulang sekolah telah menghilang sejak beberapa menit yang lalu.Lorong-lorong sekolah pun sudah nampak sepi.
Herry menengok ke dalam kelas X.A,mencari yulia.Yang dicarinya ternyata masih dikerubungi oleh beberapa teman.Herry pun berkata dalam hati “Hh… pasti Yulia sedang memberi kursus gratis lagi!
Mungkin Yulia akan terus asyik dengan kesibukannya kalau saja Amel tak kebetulan menoleh ke pintu. “Ada Herry,Yul,” kata Amel teman sebangku Yulia.
Yulia melihat Herry,lalu memberi isyarat untuk menunggu.
Herry lalu duduk di kursi panjang di teras kelas dan menunggu.Semenit bagaikan setahun rasanya.Beberapa detik sebelum Herry merasa lelah menunggu,Yulia datang dan langsung duduk di sebelahnya.
“Sori,Her.Lama nunggu ya?”
“Ah,seperti biasa.”
Herry memang sering dibuatnya menunggu seperti ini.
”Bagi-bagi ilmu,Her.Kebetulan aku … “
“Ya…iya…”potong Herry .”Aku kan tidak pernah melarang kamu untuk itu.Itu kan hak kamu.”
“Nggak marah kan?” tanya Yulia.
Herry hanya menggelengkan kepala.
“Ke toko buku yuk?” ajak Herry .
“Ngapain?”
“Katanya kemarin kamu mau membeli buku?”
“Oo.. . itu?”
“Jadi?”
“Nggak usah deh Her.Kemarin sore aku udah kesana kok.”
“Kemarin sore?Sendiri?”
“Iya.Herry,apa-apaan sih kamu?” ujar Yulia kesal.”Aku itu pergi sendiri.Aku nggak ngajak kamu,karena aku tau kemarin kamu ada les.Aku kan nggak mau mengganggu kamu.Lagian Cuma ke toko buku aja kok.”
“Aku kan Cuma tidak mau kamu kenapa-napa di jalan.”
Yulia menertawakan kekhawatiran Herry.
”Aku kan bukan anak kecil lagi,Her.Lagipula percuma dong aku pegang ban hitam karate…”
Herry tersenyum masam.
Herry masih ingat rasa bangganya ketika berhasil mencuri hati Yulia.Betapa tidak,persaingan tak sedikit.Teman-teman Yulia sesama kelas satu saja sudah berderet,apalagi para kakak kelas di sekolahnya.
Yulia memang tak secantik Rani,Nayla,atau Vira.Tapi Yulia tak kalah menarik.Yulia ibarat bintang yang bersinar terang.
Selama delapan bulan bintang itu berada di genggaman Herry,Tetapi kini Herry merasa bintang itu terlalu terang untuk digenggamnya.
Herry berteriak kesal lalu kembali mengayuh sepedanya.Membangun tenaga dan mencoba mengusir gelisah yang belakangan ini selalu mengganggunya.
Yulia tak seperti kebanyakan siswa-siswa lainnya.Yulia tak pernah menemui kesulitan dalam belajar.Yulia tak perlu ditemani untuk mengetahui liku-liku SMAN 3 Sengkang dengan segala organisasinya.Yulia tak perlu dibantu.Tak perlu dibimbing.Tak perlu dikawal.Yulia bisa melakukan semuanya sendiri.
Lalu aku?Teriak hati Herry tak bisa menerima. Herry berhenti.Memandangi hamparan bunga aneka warna di tepi jalan . Indah,Seindah itu pula Yulia..
Tiba-tiba Herry merasa hatinya sakit luar biasa.Yulia memang indah,bahkan terlalu indah.
“Udahan ngebecaknya?”tegur seorang gadis yang sejak tadi memperhatikan tingkah Herry.
Herry tersentak.Keindahan Yulia dalam lamunannya pun buyar. Herry mengamati seorang gadis yang sedang cengar-cengir didekatnya.
“Tadi saya kira kamu mau maling bunga.Tapi masa sih cakep-cakep begini maling?” Celoteh si gadis.
Gadis itu terdiam,memandangi Herry dengan tatapan tajam.
“Tenang… aku bukan maling.Eh,sepertinya kita pernah ketemu yah?” kata Herry.
“Gombal amat.Apa kamu selalu berkata seperti itu pada setiap gadis yang kau temui?”
Herry tersenyum. “Cuma ke cewek cantik seperti kamu.”
Gadis itu tertawa. “Dinda,” ujarnya.
“Apaan tuh? Tanya Herry.
“Nama saya.”
“Oh,kirain merek sepatu.”
Dinda melotot .
Pertemuan dengan Dinda memberikan warna baru pada hari-hari Herry.Warna yang tak pernah dilihatnya ketika bersama Yulia.Warna itu pula yang menarik Herry untuk sering-sering meluncur ke Jalan Sulawesi untuk menjemput Dinda dan mengantar si cantik itu jalan-jalan.
Yulia?
Ah?
Herry tak pernah memusingkan itu.Gampang sekali untuk kabur dari Yulia.Toh Yulia sudah bisa melakukan segala sesuatu sendiri.Tak seperti Dinda.Bersama Dinda,Herry bagaikan super hero .
Setelah beberapa hari Herry lalui bersama Dinda.Hingga pada suatu hari,pada saat Herry dan Dinda sedang duduk berdua di sebuah taman,tiba-tiba Dinda bertanya,” Kamu masih dengan Yulia,Her?
Hatinya tak tenang menunggu jawaban Herry.Ya?atau tudak lagi?
Sejak perama kali melihat Herry di tepi jalan ,Dinda langsung tertarik.Ketika hari-hari berikutnya,Herry bercerita tentang Yulia,Dinda tidak bisa menepiskan rasa sakit hatinya.Dinda malah semakin menyayangi Herry yang sedang terpuruk karena Yulia.
“Masih,Her?” tanya Dinda lagi.
“Entah.”
“Lho,kok entah?”
“Kamu tahu Yulia,Din.Dia mandiri.Terlalu sempurna untuk aku.Berjalan dengan Yulia , aku merasa gak bisa apa-apa.Juga nggak jadi apa-apa selain kesal,kecewa,dan nggak berarti.”
Dinda terdiam.
“Em… sebenarnya seperti apa sih yang kamu cari,Her?
“Seperti kamu.”
“Gombal.”
“Aku serius,” ujar Herry.Matanya menatap Dinda Lurus-lurus. ”Pada kamu Din,aku temukan sesuatu yang selama ini aku cari,yang nggak pernah ada pada Yulia.”
Dinda kembali terdiam.Ia merasa menang,tapi juga merasa kasihan pada Yulia.
“Lalu bagaimana dengan Yulia?”
“Yulia akan baik-baik saja.” Ujar Herry
Keesokan harinya,Herry menghampiri Yulia.
“Lho,Her?Kok ada disini? Tanya Yulia.
“Apa ada larangan?”
“Ya nggak apa-apa. Tapi jam segini kan biasanya kamu udah ke tempat les atau bimbel kamu. Wajar kan kalau aku heran?”
Herry tersenyum tipis, ingat kebohongan – kebohongannya pada Yulia selama ini.
“Pengen ketemu kamu,yul. Boleh?
Yulia mengangguk.
“ Ke café , yuk?” ajak Herry.
Yulia menatap Herry.”Ada apa, Her?”
“Ada apa?” ulang Herry.
“Kamu bukannya pengen ketemu aku kan? Juga bukan pengen ngajak aku ke café. Tapi ada yang mau kamu bicarakan kan,Her?”
“Kok kamu nanyanya gitu, Yul?”
“Atau mungkin tentang SMK Keperawatan itu?” lanjut Yulia tanpa menghiraukan pertanyaan Herry .
Herry terdiam sejenak.Lalu menghela nafas panjang.
“ Kamu udah tahu , Yul?” tanya Herry.
“Aku kan nggak buta dan tuli. Banyak saksi mata yang cerita ke aku. Cuma kamu yang belum cerita,” kata Yulia datar. “ Jadi benar anak SMK Keperawatan itu?”
“ Ya. Namanya Dinda.”
Yulia mengangguk. “ Kenapa Dinda,Her?”
“Karena Dinda ….. “
Dengan tenang Yulia mendengarkan semua yang dipaparkan Herry. Keterangan Yulia justru membuat Herry semakin sakit hati,kesal dan kecewa.
“Kamu betul-betul nggak perlu aku, Yul. Kamu bisa menjalani dan mengatasi semuanya sendiri. Kalau begitu, apa lagi yang perlu kita pertahankan ?”
“Sudah?”
“ Ya.”
“Ya sudah. Kita pisah saja . Beres kan?”
Herry terdiam. Apakah Semudah itu? Tanpa cemburu sedikit pun, Yul? Mungkin kamu … betulkah kamu pernah mencintai aku, Yul? Kenapa sedikit pun kamu nggak peduli ? Herry bangkit.”Aku pulang duluan,” ujarnya setelah lama terdiam.
Herry berlalu,tak sekalipun berhenti atau menoleh pada Yulia yang masih duduk di tempatnya semula.
Yulia memejamkan mata. ” Awas kau Dinda !!”